5 Klasifikasi Jenis Tanah Longsor

5 Klasifikasi Jenis Tanah Longsor

Postingan ini diperbarui 27 Januari 2022

Lahan kritis merupakan jenis lahan yang keadaan fisiknya demikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai peruntukkannya sebagai media produksi dan maupun sebagai media tata air (Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Ktps-II/2001). Salah satu lahan kritis adalah tanah longsor (landslide).

Tanah longsor (landslide) merupakan bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar (Paimin et al., 2010). Dimana erosi merupakan peristiwa air hujan yang jatuh kepermukaan tanah dapat membaawa butiran-butiran tanah dari satu tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah.

Tanah longsor akan terjadi, ketika tiga keadaan ini terpenuhi, yaitu lereng cukup curam, terdapat bidang peluncur dibawah permukaan tanah yang kedap air, dan terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan kedap (bidang luncur) ehingga tanah jenuh air (Paimin et al., 2010).

Hirmawan (1994) menggolongkan ciri-ciri tanah longsor atas pengaruh batuan atau tanah, tektonik atau kegempaan, morfologi, dan hujan atau musim. Dimana tanah longsor adalah sebuah fenomena alam pada masa tanah berada di atas lapisan kedap, tanda gerakan yang lambat disebabkan karena adanya pengaruh pengangkatan kadnungan air tanah.

Menurut Swanston dan Swanson (1991) terdapat 5 klasifikasi jenis tanah longsor, sebagai berikut,

Baca juga: 3 Jenis Degradasi Tanah


1. Jatuhan (falls)

Jatuhan merupakan klasifikasi tanah longsor yang mempunyai gerakan udara, melambung, memutar, menggelinding, dan sangat cepat. Klasifikasi ini terbentuk oleh pengangkatan atau lereng curam, patahan batuan, dan kurangnya ketahanan vegetasi. Dimana hal ini disebabkan oleh pemindahan daya dukung, penjepit, pengumpil, gempa, dan kelebihan beban.


2. Longsor (slide)

Longsor merupakan klasifikasi tanah longsor yang mempunyai material yang bergerak tidak banyak berubah bentuk melalui pergerakkan sepanjang bidang luncur lambat-cepat. Klasifikasi ini terbentuk oleh zona masif diatas zone lunak, adanya lapisan dasar yang kedap, buruknya sementasi, atau sedimen yang tak terkonsolidasi. Dimana hal ini disebabkan oleh terlalu curam dan penurunan friksi internal.


3. Aliran (flows)

Aliran merupakan klasifikasi tanah longsor yang bergerak dalam bentuk cairan lumpur dengan lambat-cepat. Klasifikasi ini terbentuk oleh bahan tak terkonsolidasi perubahan permeabilitas dan sedimen halus yang kedap pada batuan dasar. Dimana hal ini disebabkan oleh penurunan friksi internal karena kandungan air.


4. Rayapan (creep)

Rayapan merupakan klasifikasi tanah longsor yang mempunyai gerakan lambat kearah lereng bawah dengan satuan cm/th. Klasifikasi ini terbentuk oleh tingginya perubahan temperatur harian, perubahan periode kering-hujan, dan siklus kemang-kerut. Dimana hal ini disebabkan oleh goyangan pohon, penjepit dan pengumpil, pemotongan tebing atau erosi jurang.


5. Bandang (debris, torrents)

Bandang merupakan klasifikasi tanah longsor yang mempunyai gerakan dari air yang bermuatan tanah batu dan material oranik di saluran sungai. Klasifikasi ini terbentuk oleh saluran curam, lapisan tipis dari material di atas batuan induk di dalam saluran, dan lapisan partikel-partikel liat dari bidang luncur jika basah. Dimana hal ini disebabkan oleh debit tinggi tanah jenuh air, sering ditandai oleh longsor tanah atau batu, dan penggundulan hutan.

Baca juga: 11 Sumber dalam Pemanfaatan Peta dan Data Sekunder untuk Karakteristik Sub DAS


Penutup

Klasifikasi jenis tanah longsor terdiri dari jatuhan, longsor, aliran, rayapan, dan bandang. Dimana suatu saat gerakan tanah longsor berhenti karena berkaitan dengan kondisi topografi yang semakin landai sehingga terbentuk kestabilan tanah baru (Paimin et al., 2010).


Sumber:

Hirmawan, F. 1994. Pemahaman Sitem Dinamis Kestabilan Lereng untuk Mitigasi Kebencanaan Longsor. Makalah Penunjang No. 17 Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam. Kerjsama F-Geografi UGM-Bakornas Penanggulangan Bencana. Yogyakarta.

Paimin et al. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel